+ (0298) 326684

sinode@gkj.or.id

Follow Us:

“Meriah dan Penuh Makna, Perayaan HUT ke-18 Adiyuswa Sinode GKJ: ‘Salamina, Adiyuswa Moal Mundur'”

Ibadah syukur dan perayaan HUT ke-18 Adiyuswa Sinode GKJ tahun 2024 berlangsung meriah dengan tema “Salamina, Adiyuswa Moal Mundur” yang berarti “Selamanya, Adiyuswa Tidak Menyerah.” Tema ini mengungkapkan semangat dan tekad yang kuat dari para Adiyuswa untuk tetap berjuang dan tidak pernah mundur dalam menghadapi berbagai tantangan.


Ibadah HUT KE 18 Adiyuswo Sinode GKJ diadakan di GKJ Bandung, dimana 4 GKJ di Bandung menjadi Panitia Penyelenggara, yaitu GKJ Bandung, GKJ Kiaracondong, GKJ Cimahi dan GKJ Kamulyaan. Karena diadakan di Bandung (Tanah Pasundan) maka Ibadah tersebut dikemas dengan campuran nuansa Budaya Sunda dan Jawa. Budaya Sunda karena Gereja-Gereja di Bandung hidup dan bergaul dengan budaya Sunda seperti pepatah mengatakan: “Dimana Bumi dipijak, Langit dijunjung”. Sedangkan Budaya jawa karena kita ini adalah orang jawa yang “wong jawa ojo kelangan jawane”. Budaya Jawa nampak dalam gamelan yang ditampilkan.

Sedangkan Budaya Sunda memang nampak cukup dominan dalam konsep acara, diantaranya dalam :

  • Tema Ibadah : “Salamina, Adiyuswa Moal Mundur” yang berarti : Selamanya, Adiyuswa Tidak Akan Mundur.Dengan Thema Song lagu rohani sunda “Andi Moal Mundur”.
  • Musik yaitu musik kecapi, seruling Bambu dan Kendang. Alat-alat musik tersebut menandakan bahwa masyarakat Sunda begitu dekat dengan alam.
  • Prosesi yang disebut sebagai Prosesi Mapag Tamu Agung (Menyambut Tamu kebesaran). Penjelasan dari prosesi tersebut adalah sebagai berikut :

Aki Lengser dan Ambu :

Aki lengser dan Ambu adalah sepasang pinisepuh yang mengawali prosesi tersebut dengan jenaka. Aki lengser dan ambu sebenarnya adalah figur yang dituakan oleh sebab itu mengawali prosesi dengan doa dan syukur. Mereka juga adalah tokoh yang dianggap mampu menjadi jembatan antara petinggi dan rakyat serta mengayomi semua.

Tari Merak :

Simbol Umat Tuhan yang sehati, sepikir dan sejiwa yang nampak dalam keseragaman dan kesearasan gerak tarian dan keseragaman busana. Warna emas juga menandakan adiyuswa sebagai umat Tuhan dalam usia emas yang tetap harus sehati, sepikir dan sejiwa dalam berkarya untuk kemuliaan Tuhan. Tari merak diperankan oleh para pemudi dari GKJ Kiaracondong yang memiliki arti bahwa Adiyuswo harus melibatkan generasi lain yang lebih muda dalam pelayanan seperti yang juga ditekankan didalam pelayanan Firman.

Payung Agung :

Simbol kehadiran Tuhan melalui Roh Kudus yang menyertai umatNya sampai akhir jaman.

Boboko/ Wakul yang berisi hasil panen misalnya padi dan sayur-sayuran

Simbol jiwa-jiwa yang dipanen oleh Allah yang adalah para Adiyuswo, namun juga Adiyuswo telah sekian lama melayani dan menerima pengutusan dari Tuhan oleh sebab itu juga menghasilkan jiwa-jiwa untuk kemuliaan Allah. Semuanya patut disyukuri oleh kita semua.

Angklung Buncis :

Alat musik Sunda yang melegenda yang dimainkan ketika panen tiba sebagai bentuk syukur dan sukacita. Dalam Ibadah ini Angklung Buncis melambangkan syukur dan sukacita kita karena pemeliharaan Allah dan Ulang Tahun ke 18 Adiyuswo Sinode GKJ.

Gunungan :

Merupakan simbol alam semesta yang senantiasa diberkati Tuhan dengan subur makmur sehingga biarlah kita semakin diberkati dan menjadi berkat.

Ki Daus :

Ki Daus adalah seniman Sunda sehingga kehadirannya diharapkan menambah kuatnya nuansa Sunda dalam prosesi tersebut.

Ibadah syukur dan perayaan HUT ke-18 Adiyuswa ini menjadi momen penuh makna bagi seluruh jemaat Sinode GKJ, khususnya para Adiyuswa, untuk memperkuat komitmen bersama dalam mewujudkan tekad untuk tidak menyerah dalam pengabdian dan pelayanan bagi Tuhan dan sesama.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *