+ (0298) 326684

sinode@gkj.or.id

Follow Us:

Sarasehan Lintas Iman Sobat

Kolaborasi Lintas Agama dalam Pengelolaan Sampah: Peran Tokoh Agama dalam Menangani Dampak Perubahan Iklim”.

“Wah, mantap tenan niki masakan sayur lompong plus tempe bosok!” suara kelegaan ini terdengar nyaring dari seorang peserta yang baru saja menyantap makan siangnya di Pondok Pesantren Al-Anwar. Tak hanya itu, matanya tampak berbinar-binar tanda suka cita mengikuti seluruh rangkaian acara.

Hari kedua sekaligus penutupan acara sarasehan memang diakhiri dengan makan siang di salah satu ruangan samping aula pondok pesantren yang berada di Bolon, Palbapang, Bantul, DIY itu. Puluhan peserta yang datang dari berbagai daerah di Jogja dan Jawa Tengah sudah dimanjakan oleh Kyai Aris Munawar yang kali ini menjadi tuan dan nyonya rumah pertemuan SOBAT. Makanan tradisional dari telo godog, kacang, juga sayur kembang gedang “mbanyu mili” dilayankan oleh para santri memanjakan sekitar 80 orang tokoh agama yang berkumpul. Selama dua hari pada 3-4 September 2024, para pendeta, Suster, Kyai, tokoh Sedulur Sikep, Forum Masyarakat Katholik Indonesia dan beberapa komunitas simpul Sobat dari Salatiga, Wonosobo, Cilacap, Kulonprogo, Sleman, Gunungkidul, Klaten, Wonogiri, Sragen, Purwodadi, Demak, Pekalongan, dan Bantul berjumpa merefleksikan perannya dalam berkolaborasi terkait penanganan dampak perubahan iklim.

Pada hari pertama, Dr. Pradjarta Dirdjosanjoto, M.A. dari Lembaga Percik Salatiga menyampaikan syukur atas perjalanan panjang dari komunitas ini. Ia menjelaskan sejarah terbentuknya Sobat yang prakarsai oleh tiga lembaga: Pondok Pesantren Edi Mancoro di Semarang, Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Salatiga, dan Lembaga Percik, Salatiga. Dari tahun 2002 atau selama lebih dari dua dekade, gerakan ini telah membangun jaringan lintas agama yang berlandaskan pada rasa saling percaya, yang berupaya menghilangkan segregasi dan sakit hati antar umat dalam masyarakat yang majemuk. Kini, Sobat memiliki lebih dari 32 simpul di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sarasehan kali ini merupakan salah satu kegiatan rutin Sobat yang mempertemukan simpul-simpul dari berbagai daerah untuk saling berbagi dan belajar tentang kegiatan serta isu yang berkembang di masing-masing simpul. Fokus Sobat tidak hanya terbatas pada hubungan lintas agama, tetapi juga menangani berbagai isu sosial di tingkat lokal, nasional, dan global, termasuk kepemiluan, penanggulangan bencana, kesehatan, dan krisis lingkungan seperti tantangan perubahan iklim.

Penyamaan pemahaman (nada dasar) akan isu pengelolaan sampah ini disampaikan oleh Pdt. Hananto Kusuma sebagai wakil dari pemrakarsa dari GKJ yang menjelaskan pandangan sikap dan gerakan GKJ dalam menghadapi masalah sampah dan perubahan iklim. Ia menyampaikan dasar panggilan untuk memelihara alam tempat kita berada (TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu – Kejadian 2:15). Juga mengutip Pokok-pokok Ajaran GKJ No 150-153 83. 153 yang intinya penjelasan isi tuntutan tanggung jawab manusia mengenai alam. Dua isi tuntutan tanggung jawab manusia mengenai alam adalah: 1. Dengan kebebasan dan kewenangannya, manusia menguasai, mengolah, dan menggunakan alam untuk menunjang kehidupannya. 2. Serempak dengan itu, manusia memelihara dan mempertahankan kelestarian alam sebagai rumah kediaman bersama dengan semua makhluk. Dengan demikian, kelestarian semua makhluk, termasuk manusia, juga terjaga

Sekda Bantul Agus Budiraharja, S.KM., M.KES mewakili Bupati Bantul mengapresiasi dan membuka acara ini di hadapan para peserta yang duduk lesehan sekaligus menyampaikan arah kebijakan pengelolaan sampah daerah kabupaten Bantul.  Ia menyampaikan adanya kebijakan desentralisasi sampah dan pemberdayaan masyarakat, konsepnya pengolahan pari purna dan tidak lagi tempat pembuangan akhir sampah namun harus dipilah-pilah sesuai tahapan. Pengelolaan sampah dari pendekatan Sosial-Ekonomi disampaikan oleh Damar Waskitojati dari Lembaga Percik sedangkan Pengelolaan Sampah dari Pendekatan Agama Islam disampaikan oleh KH.Mustafid–Pengasuh PP Aswaja Mlangi.

Kegiatan ini juga diisi dengan keakraban dalam suasana yang sangat bersahabat dengan menyanyi bersama, puisi, dan juga berjoged riang gembira. Beberapa pendeta GKJ tampak hadir mewarnai forum tersebut antara lain Pdt. Novembri, Pdt. Sari Frihono, Pdt. Wahyu Nirmala, Ki Atmo. Ki Aryo Aldoko, Pdt. Yahya, Pdt. Dian Sunu, Pdt. Filo, Pdt. Dian Tjahyadi, Pdt. Korvinus, Pdt. Djuniawan, Vikaris Tera,  dan khususnya Pdt. Adi  yang menyumbang lagu “Jogja Istimewa” dan Pdt. Lintang melantunkan lagu “Kemesraan”.

Kajian Bersama Sobat ini terarah pada peran potensial tokoh agama dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan, dalam meningkatkan kesadaran lingkungan dalam komunitas masing-masing, mendorong praktik pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, dan mempromosikan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. Peran yang diharapkan juga dalam membina kolaborasi lintas agama untuk mengembangkan strategi dan solusi kolektif untuk pengelolaan sampah, dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip bersama dari berbagai agama. Termasuk dalam mengadvokasi kebijakan dan peningkatan infrastruktur pengelolaan sampah di tingkat lokal dan nasional, dengan memanfaatkan pengaruh dan otoritas moral tokoh agama. Bahkan diharapkan bisa memobilisasi komunitas agama untuk berpartisipasi dalam inisiatif pengurangan sampah, daur ulang, dan pembersihan, sehingga meningkatkan keterlibatan dan kepemilikan masyarakat terhadap masalah tersebut.

Selain suasana akrab, makanan tradisional, yang menarik dalam acara ini juga adanya tangki besar air minum isi ulang yang disediakan Ponpes Al Anwar sehingga peserta bisa mengisi air kembali ke botol yang dibawa. Setelah berfoto bersama, peserta pun kembali ke tempat masing-masing. Semangat paska pertemuan bahkan diungkapkan oleh salah satu senior Sobat, Kyai Marzuki, dalam grup WA Sobat, “Jangan pernah lupa Sobat yg awalnya bermodal nol puthul,  tanpa kita sangka  kini menjadi  bangunan  rumah bersama dg kekayaan  semangat,  komitmen dan rasa ikhlas bergerak  sepi ing pamrih. Sesuatu -bersamaan kekurangan dan kelebihannya-, ada nilai yg jarang dipunyai gerakan lintas agama pada umumnya.”

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *